Jumat, 06 Agustus 2010

Esensi shalat dalam kehidupan

Shalat adalah merupakan kewajiban bagi seorang muslimyang dikerjakan minimal lima kali sehari semalam dengan tata cara tertentu, shalat satu bentuk upaya yang mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Dengan shalat seseorang mendekatkan diri kepada Allah membina hubungan vertikal juga memupuk hubungan horizontal antara sesama manusia.
Shalat itu mempunyai bentuk lahiriyah dan mempunyai batiniyah/ruhiyah dan shalat seorang itu tidak dapat dikatakan sempurna dan tidak pula menjadi lengkap secara keseluruhan, melainkan dengan mendirikan atau melaksanakan kedua hal tersebut, yakni berupa bentuk lahiriyah dan batiniyah.
Shalat itu akan menjadi lengkap dan bermakna jika terpenuhi bentuk lahiriyah dan sikap batiniyahnya. Sebaliknya, tidak lengkap dan tidak bermakna shalat seseorang yang hanya melaksanakan bentuk lahiriyahnya saja, tanpa memenuhi batiniyahnya.
Menurut Imam Al-Ghazali, salah seorang Hujjatul Islam mengibaratkan orang yang mengajarkan shalat dari segi bentuk lahiriyahnya saja, sedangkan apa yang menjadi hakikat batiniyahnya ia lalaikan dan tidak diperhatikan sama sekali, adalah seperti seorang yang memberikan hadiah kepada seorang raja yang amat besar kekuasaannya berupa seorang pelayan wanita, tetapi sudah dalam keadaan meninggal dunia dan tidak ada lagi rohnya.
Sudah tentu sang raja tersebut bukan memberikan pujian kepadanya, bukan pula dia dianggap sebagai warga negara yang setia kepada rajanya, tetapi sebaliknya dia akan menerima hukuman berat sesuai dengan perbuatannya yang tidak dapat dibenarkan dan tidak ada etikanya. Dia sudah memberikan berupa hinaan dan menganggap rendah kepada rajanya yang seharusnya ia hormati dan patuhi.
Al-Qur’an dan Hadits Nabi telah menekankan tentang perlunya memenuhi sikap batiniyah dalam shalat atau dalam istilah lain, dalam melakukan shalat seseorang perlu ingat selalu kepada Allah SWT (khusyu’) jangan lengah dan lalai kepada Allah. Allah SWT berfirman : “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku”. (QS. Thaha : 14).
Berikutnya Firman Allah : “Janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”. (QS. Al-A’raf : 205). Dalam ayat lain Allah berfirman : “Sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan”. (QS. Nisa : 43). Kemudian Nabi pernah bersabda : “Tidak ada yang diberi pahala untuk seorang hamba dalam shalatnya itu melainkan apa yang disadari oleh akalnya”. (HR. Dailani)
Dari ayat dan hadits di atas dapat dipahami bahwa seseorang yang shalat yang dapat menghadirkan hatinya serta dapat pula bersikap khusyu’ dalam seluruh shalatnya ia akan diberi pahala, sebaliknya orang yang lalai teledor dan terlupa bahwa ia shalat, maka seluruh shalatnya tidak sedikitpun ada yang dicatat dan tidak satupun yang diberi pahala. Dengan demikian shalatnya sia-sia.
Adapun bentuk lahiriyah shalat itu, seperti kita maklumi adalah berdiri tegak, menghadap kiblat, mengucapkan takbir, bacaan-bacaan yang sudah ditentukan mengerjakan ruku’, sujud, duduk diantara dua sujud, tasyahud dan hal-hal lain dari apa yang wajib dikerjakan oleh anggota badan yang lahiriyah di saat itu.
Sedangkan sikap batiniyah/rohaniyah shalat yang menjadi keistimewaan shalat itu sebagai berikut. Diantaranya Pertama, kehadiran hati. Maksudnya supaya hati itu dikosongkan dari segala sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan amalan yang sedang dikerjakan, jangan sampai hatinya mengatakan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan ibadah shalat.
Kehadiran hati itu ialah adanya perhatian yang penuh terhadap apa yang sedang dihadapi, yaitu shalat yang sedang dilakukan. Tidak mungkin hati itu hadir, jika tidak ada perhatian pada sesuatu yang dihadapi.
Di dalam Syarah Ihya, jilid 2 hal 115 dijelaskan, “Tiap-tiap shalat yang tak hadir hati di dalamnya, maka orang yang shalat itu lebih cepat memperoleh siksa”. “Barangsiapa tiada khusyu’ dalam shalatnya, rusaklah shalatnya”. (Syarah Ihya, 2 : 115)
Kedua, mengerti dan paham apa yang diucapkan dalam shalat. Hal ini, adalah sesuatu yang harus ada dibalik kehadiran hati, artinya sesudah kehadiran hati lalu mengekalkan pikiran serta memusatkan sanubari untuk apa-apa yang tersirat dari sesuatu yang dibaca.
Ketiga, adanya rasa khauf/takut. Ini adalah keadaan jiwa dan dapat pula tumbuh dengan kema’rifatan akan kekuasaan Allah, kebesaran-Nya, dan kehendak-Nya. Disadari pula andaikata Allah itu merusakkan semua orang-orang yang dahulu dan semua orang-orang yang datang belakangan pasti kerajaan-Nya itu tidak akan berkurang sedikitpun. Oleh karena itu semakin banyak tambahan ilmu seseorang mengenai Allah, tentu semakin besar pula ketakutan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT.
Keempat, memiliki rajaah/pengharapan, rajaah artinya banyak mengharap karunia Allah dan disamping itu sebagai imbangannya ialah sangat takut dari siksa-Nya, sehingga tidak akan berlengah-lengah untuk melaksanakan sesuatu yang diperintah Allah SWT. Dia senantiasa menjaga shalat setiap waktu. Allah SWT berfirman : “Peliharalah semua shalatmu, dan peliharalah shalat wustha (shalat yang baik) berdirilah untuk Allah dalam shalatmu dengan khusyu’.” (QS. Al-Baqarah :238)

Kelima, malu kepada Allah, perasaan malu ini timbul karena masih adanya di dalam dirinya kurang sempurna ketika mengerjakan segala perintah Allah dan merasa masih banyak dosa-dosa dalam dirinya.
Perasaan malu akan menjadi kuat, bila sudah ada pengenalan mengenai kekurangan diri sendiri, dan merasa sedikit ikhlasnya. Kecuali itu disadari pula, Allah itu Maha Mengetahui segala rahasia dan semua yang terlintas di dalam hati, sekalipun kecil dan tidak terlihat. Pengetahuan semacam ini apabila telah diperoleh dengan seyakin-yakinnya, maka dengan sendirinya akan timbul pulalah semua hal yang dinamakan perasaan malu terhadap Allah, Rasulullah SAW bersabda : “Malulah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar malu”. (HR. At-Tirmizi)
Kemudian, shalat juga memiliki pengaruh positif dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya : Pertama, selalu ingat kepada Allah. Dengan shalat berarti mengadakan hubungan vertikal kepada Allah SWT dengan segala kerendahan hati bermunajat dengan permohonan dan ampunan-Nya.
Banyak orang yang meninggalkan shalat lalu hidupnya diliputi oleh kehancuran karena Allah telah menjanjikan, “Ingatlah Aku, maka Aku akan ingat kepadamu, berdo’alah kepadaKu, maka akan Aku kabulkan”. Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku”. (Thaha : 14)
Kedua, terpelihara dari berbuat dosa, orang yang shalat akan terhindar dari perbuatan buruk, hatinya tidak akan tergerak untuk melakukan kejahatan, bila shalat dilakukan dengan baik dan benar, sementara diikuti pula dengan perbuatan jahat berarti orang yang shalat itu tidak membekas. Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar”. (QS. Al-An Kabut : 45)
Ketiga, mencintai kebersihan, orang yang shalat sebelumnya harus membersihkan badan, pakaian, dan tempat shalat yang diawali dengan wudhu terlebih dahulu, orang Islam harus mandi paling sedikit sekali dalam sehari.
Melalui wudhu dapat menghilangkan dosa dan noda sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits Imam Muslim, bahwa muka orang yang di cuci ketika berwudhu akan keluar dari padanya dosa dari pandangan, kedua tangan yang dicuci akan mengeluarkan dosa yang dilakukan tangan, kedua kaki yang disiram dengan bersih akan keluar dosa-dosa yang dilakukan oleh kaki.
Dalam hal ini, Allah SWT sangat menyukai dan mencintai kepada orang-orang yang bersih. Firman Allah SWT : “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang suci (bersih, baik dari kotoran jasmani maupun kotoran rohani)” (QS. Al-Baqarah : 222) Wallahu A'lam

(sumber: Drs. H. As'ad Marlan, M.Ag)

1 komentar: